Rapat Paripurna DPR RI secara resmi mengesahkan nama-nama Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc Tipikor pada Mahkamah Agung (MA) terpilih periode tahun 2021-2022 sebagaimana hasil laporan dan pembahasan Komisi III DPR RI. Adapun nama-nama terpilih tersebut yaitu Calon Hakim Agung Kamar Perdata Dr. Nani Indrawati S.H., M.Hum. dan Calon Hakim Agung Kamar Tata Usaha Negara Khusus Pajak Dr
BerandaKlinikIlmu HukumMengenal Pengadilan ...Ilmu HukumMengenal Pengadilan ...Ilmu HukumRabu, 17 November 2021Apa yang dimaksud dengan Pengadilan Ad Hoc? Dan apa yang dimaksud dengan Hakim Ad Hoc?Pengadilan ad hoc adalah suatu pengadilan yang bersifat tidak permanen dan sejak semula dibentuk hanya untuk sementara waktu dan dikhususkan untuk menangani perkara tertentu. Sedangkan hakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang. Diatur di mana ketentuan mengenai pengadilan ad hoc dan hakim ad hoc? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini. Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Definisi Ad Hoc yang dibuat oleh Adi Condro Bawono, dan pertama kali dipublikasikan pada 7 Maret Itu Pengadilan Ad Hoc?Sepanjang penelusuran kami, definisi dari istilah “pengadilan ad hoc” tidak tercantum dalam peraturan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia “UU Pengadilan HAM” dijumpai istilah “pengadilan HAM ad hoc”, sebagai berikutUndang-undang ini mengatur pula tentang Pengadilan HAM ad hoc untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini. Pengadilan HAM ad hoc dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden dan berada di lingkungan Pengadilan Umum. Jonaedi Efendi, dkk dalam buku Kamus Istilah Hukum Populer hal. 26 mendefinisikan ad hoc sebagaiUntuk tujuan ini; untuk itu yaitu untuk suatu tugas atau urusan tertentu saja, dari sumber yang sama, disebutkan beberapa contoh penggunaan istilah ad hoc’, yaitu panitia ad hoc dan hakim ad hoc hal. 26.Selain itu, ad hoc juga dapat diartikan sebagai “tidak permanen”, sebagaimana diterangkan Jimly Asshiddiqie dalam artikel Hubungan Antara Lembaga Negara Pasca Perubahan UUD 1945 hal. 8 “...ada pula lembaga-lembaga yang hanya bersifat ad hoc atau tidak permanen.”Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan pengadilan ad hoc adalah suatu pengadilan yang bersifat tidak permanen dan sejak semula dibentuk hanya untuk sementara waktu dan dikhususkan untuk menangani perkara Ad HocHakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum “UU 49/2009”.Selain dalam UU 49/2009, istilah hakim ad hoc juga dapat dijumpai dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama “UU 50/2009”, yang kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 3A ayat 3 UU 50/2009Pada pengadilan khusus dapat diangkat hakim ad hoc untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara, yang membutuhkan keahlian dan pengalaman dalam bidang tertentu dan dalam jangka waktu lanjut, dalam penjelasan Pasal 3A ayat 3 UU 50/2009 dijelaskan bahwa tujuan diangkatnya hakim ad hoc adalah untuk membantu penyelesaian perkara yang membutuhkan keahlian khusus, misalnya kejahatan perbankan syari’ah. Sedangkan yang dimaksud dalam “jangka waktu tertentu” adalah bersifat sementara sesuai dengan ketentuan peraturan ketentuan di atas, dapat disimpulkan istilah hakim ad hoc digunakan untuk menyebut seseorang yang diangkat menjadi hakim untuk jangka waktu tertentu, bersifat sementara, dan memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu sementara ini dapat kita lihat dari ketentuan Pasal 33 ayat 5 UU Pengadilan HAM yang membatasi pengangkatan hakim ad hoc di pengadilan HAM hanya dapat diangkat untuk satu kali masa jabatan selama 5 serupa juga dapat dijumpai dalam Pasal 10 ayat 5 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi “UU Pengadilan Tipikor” jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XVIII/2020 yang mengatur hakim ad hoc diangkat untuk masa jabatan selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 kali masa jabatan tanpa seleksi ulang sepanjang masih memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan, serta dapat diangkat untuk masa jabatan 5 tahun berikutnya dengan terlebih dahulu mengikuti proses seleksi kembali sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang hakim ad hoc hanya diangkat untuk periode waktu tertentu yang sifatnya sementara. Dalam UU Pengadilan HAM dan UU Pengadilan Tipikor, sifat sementara ini dibatasi untuk periode waktu 5 tahun. Khusus hakim ad hoc di pengadilan tipikor, setelah masa jabatan 5 tahun, yang bersangkutan dapat diangkat kembali dengan ketentuan di informasi hukum yang ada di Klinik disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di jawaban dari kami, semoga HukumUndang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum dan terakhir kalinya oleh Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum;Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan terakhir kalinya diubah oleh Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia;Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Efendi, dkk. Kamus Istilah Hukum Populer. Jakarta Prenadamedia Group, 2016;Jimly Asshiddiqie. Hubungan Antara Lembaga Negara Pasca Perubahan UUD 1945. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta pada Selasa, 25 Maret Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XVIII/ KomisiYudisial (KY) sedang melakukan rangkaian seleksi Calon Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sejak November 2021. Saat ini, terdapat 11 peserta yang lulus pada tahap seleksi kualitas. Urgensi hakim di pengadilan Tipikor yang berintegritas mendesak dibutuhkan mengingat terdapat berbagai kasus korupsi yang melibatkan hakim.12 Hakim Ad Hoc Tipikor Baru, Dilantik Jumat Ini Mahkamah Agung akan mendapatkan tambahan personel hakim ad hoc tindak pidana korupsi. Sebanyak 12 hakim ad hoc akan dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Jumat 9/6. Ke-12 hakim itu terdiri dari enam hakim ad hoc tingkat pertama, yaitu Andi Bahtiar, Anwar, Slamet Subagio, Hendra Yospin, Sofialdi, dan Ugo; tiga hakim ad hoc tingkat banding, yaitu Surya Jaya, Amiek Sumidriyatmi, dan Hadi Widodo; serta tiga hakim ad hoc tingkat kasasi, yaitu Leopold Luhur Hutagulung, Odjak Parulian Simanjuntak, dan Sophian Martabaya. Sekretaris MA Rum Nessa, Kamis 8/6, membenarkan adanya pelantikan tersebut. Pihaknya telah mengirim nama-nama hakim yang akan dilantik ke Sekretariat Negara Sekneg. Pelantikan ke-12 hakim tersebut sempat tertunda. Awalnya, hakim ad hoc tipikor akan dilantik pada 29 Mei 2006. Namun, karena kesibukan Presiden, pelantikan terpaksa dibatalkan. Pelantikan dilakukan di tengah macetnya sidang Harini Wijoso di Pengadilan Tipikor akibat perpecahan pendapat di antara majelis hakim mengenai perlu tidaknya Bagir Manan dihadirkan sebagai saksi. MA telah mengeluarkan petunjuk agar sidang dilanjutkan. Namun, petunjuk itu tidak dilaksanakan sehingga sidang ditunda hingga waktu yang belum ditentukan. Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Mariana Sutadi mengatakan, MA belum mengambil keputusan apa pun berkenaan dengan kebuntuan sidang itu. Namun, ia menegaskan pihaknya akan mengambil tindakan. Ditanya apakah MA akan mengganti majelis hakim, Mariana tidak bersedia menjawab. \"Saya tidak mau berkomentar. Itu urusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.\" Mariana juga mengatakan MA juga akan mengambil tindakan terkait aksi walk out tiga hakim ad hoc tipikor. MA khawatir aksi walk out ketiga hakim itu menginspirasi hakim-hakim lainnya. \"Ini baru pertama kali terjadi di muka bumi. MA harus mengambil tindakan tegas. Jangan sampai menjadi inspirasi bagi hakim PN lain,\" ujarnya. Terserah majelis hakim Sementara itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Taufiequrachman Ruki, Kamis, menyatakan hanya bisa menunggu putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor atas kebuntuan dalam sidang suap di tubuh MA. Ruki menolak berkomentar banyak atas kebuntuan sidang Harini dan Pono Waluyo termasuk implikasi dari penundaan sidang yang tanpa batas waktu itu. Ruki mengatakan, sikap KPK sama seperti kejaksaan dan kepolisian terhadap perkara yang sudah dilimpahkan ke pengadilan. \"Sikap KPK sama dengan sikap kejaksaan dan kepolisian, kami menghormati pengadilan. Itu salah satu kewajiban kami sebagai penegak hukum. KPK tidak berdiri melangkahi hukum, kami tunduk pada hukum yang berlaku,\" kata Ruki. \"Sama dengan kasus-kasus lain, KPK menaati hukum acara. Jadi kami serahkan sepenuhnyalah pada pengadilan,\" katanya lagi. VIN/ana Sumber Kompas/Jumat, 9/6
.