KYBuka Pendaftaran Penerimaan Calon Hakim Agung dan Ad Hoc. Nasional | Selasa, 28 Mei 2019 - 22:11 WIB. BAGIKAN loading...Nova Harmoko dan Ahmad Fauzi kanan bawah membacakan isi permohonan uji materiil masa jabatan hakim adhoc saat persidangan pemeriksaan pendahuluan, Senin 2/11/2020. Foto/ Youtube MK. JAKARTA - Ketentuan masa jabatan hakim adhoc dalam UU Pengadilan Tipikor digugat. Penggugatnya adalah dua hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tipikor Denpasar, yaitu Sumali dan Hartono. Secara spesifik, keduanya mengajukan gugatan uji materiil Pasal 10 ayat 5 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi UU Pengadilan Tipikor terhadap UUD ini berbunyi,”Hakim Ad Hoc sebagaimana dimaksud pada ayat 4 untuk masa jabatan selama 5 lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 satu kali masa jabatan.”Dalam pemeriksaan pendahuluan di Mahkamah Konstitusi MK, Senin 2/11/2020, pemohon mengungkapkan bahwa mereka sebagai hakim adhoc Pengadilan Tipikor Denpasar telah dirugikan hak konstitusionalnya atas pemberlakukan Pasal 10 ayat 5 para pemohon, periodisasi jabatan hakim adhoc tipikor selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 kali jabatan mengancam kebebasan hakim. Hal itu juga menimbulkan permasalahan dalam sistem pengangkatan dan pemberhentian bagi hakim adhoc Pengadilan Tipikor. "Ini bertentangan dengan UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman," tegas Nova Harmoko, kuasa pemohon. Baca Aturan Sumber Daya Air Batal Direvisi, MK Tolak Uji Materiil Dia menjelaskan, UU Kekuasaan Kehakiman merupakan UU yang menjadi payung kekuasaan kehakiman di Indonesia. Dalam UU tersebut tidak ada satupun norma pasal yang mengatur periodisasi bagi hakim di lingkungan peradilan maupun Mahkamah Agung MA. Sehingga, norma tentang periodisasi hakim adhoc Pengadilan Tipikor adalah kerugian yang nyata bagi para pemohon. "Yang melampaui peraturan dasarnya yakni ketentuan Pasal 24 ayat 1, Pasal 27 ayat 1 dan ayat 2, dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945," menguraikan, periodisasi masa jabatan hakim adhoc Pengadilan Tipikor sangat jelas bertentangan dengan prinsip independensi kekuasaan kehakiman. Musababnya, periodisasi jabatan sesungguhnya mengancam kebebasan hakim dan menimbulkan permasalahan yang serius yakni masalah dalam sistem pengangkatan dan pemberhentian bagi hakim adhoc Pengadilan rekrutmen hakim adhoc Pengadilan Tipikor juga dilakukan dengan proses yang sangat ketat dari seluruh peserta dengan berbagai macam latar belakang profesi. Proses seleksi melibatkan dan diawasi sepenuhnya oleh Presiden, Komisi Yudisial, Dewan Perwakilan Rakyat DPR, dan juga oleh MA. Nova menggariskan, pola rekrutmen antara hakim adhoc tidak berbeda dengan pola rekrutmen hakim karir."Jadi dapat dipastikan bahwa periodisasi jabatan hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak memberikan perlindungan dan persamaan hukum bagi hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi," ujarnya. Baca MK Bakal Gelar Sidang Pembacaan Putusan 11 Uji Materiil UU Nova mengungkapkan, Pengadilan Tipikor yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 46 Tahun 2009 atau UU Pengadilan Tipikor merupakan pengadilan khusus yang dibentuk dalam lingkungan peradilan umum. Dalam realitas pemaknaan atas kata 'adhoc' secara dogmatis diartikan sebagai sementara atau peradilan yang tidak tetap. Pengertian ini berbeda dan bertentangan dengan pengertian sebenarnya adhoc yakni untuk tujuan tertentu atau untuk tujuan khusus dan bukan diartikan sebagai sementara atau tidak tetap."Pengertian adhoc bagi hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang diartikan sebagai hakim yang bertugas sementara atau hakim yang tidak tetap adalah suatu tafsir yang bertentangan dengan UU Nomor 48 Tahun 2009 sebagai UU payung bagi penyelenggaraan peradilan di Indonesia. Karena dalam UU Kekuasaan Kehakiman tidak memberikan tafsir tentang peradilan adhoc, tetapi hanya memberikan makna peradilan khusus," itu pemohon meminta MK bisa menerima dan mengabulkan permohonan pengujian Pasal 10 ayat 5 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945 dan mengubah frasanya menjadi ”Masa tugas hakim ad hoc adalah untuk jangka waktu 5 lima tahun dan diusulkan untuk diangkat kembali setiap 5 lima tahun oleh Mahkamah Agung."muh

Selasa 5 Juli 2022 10:45 WIB. Ilustrasi - Palu Hakim. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf. Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Agung (MA) melalui panitia seleksi mengumumkan penerimaan Calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk Tingkat Pertama dan Tingkat Banding tahap XVIII. "Panitia seleksi membuka kesempatan kepada Warga Negara

- Jaksa Penuntut Umum JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi KPK menuntut hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi Tipikor Pengadilan Negeri Pontianak Heru Kisbandono, dengan pidana penjara selama 10 tahun. Heru adalah terdakwa kasus suap hakim dalam rangka memengaruhi putusan perkara M Yaeni, Ketua DPRD Kabupaten Grobogan non aktif, terdakwa kasus korupsi perawatan mobil dinas anggota dewan setempat senilai Rp1,9 miliar. Selain menuntut pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa membayar denda Rp350juta subsidair 5 bulan penjara. Tuntutan itu dibuat berdasarkan pertimbangan memberatkan dan memberatkan adalah, perbuatan terdakwa dilakukan pada saat negara sedang gencar melakukan pemberantasan tipikor."Terdakwa juga berperan aktif melakukan lobi - lobi kepada Hakim Kartini Juliana Mandalena Marpaung terdakwa lain, Pragsono dan Asmadinata, serta aktif meminta uang kepada Sri Dartutik terdakwa lain, adik M Yaeni," ungkap KMS A Roni, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Semarang, Kamis 14/2/2013. Hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum dan terdakwa mengungkap peran Hakim Kartini Juliana Mandalena Marpaung, Asmadinata dan Pragsono. Pada 17 Agustus 2012, kata Roni, di PN Semarang, terdakwa membawa uang suapRp150 juta yang sebelumnya diserahkan oleh Sri Dartutik. Uang itu akan diberikan Rp100 juta ke majelis yang menyidangkan perkara M Yaeni, melalui Kartini Juliana Mandalena Marpaung. Namun, belum sempat transaksi uang, terdakwa bersama Kartini Marpaung ditangkap petugas KPK. Petugas menemukan bukti uang Rp100juta di mobil terdakwa. Uang itu dibungkus plastik hitam dan akan diberikan ke Kartini, sementara uang Rp50 juta masih disimpan di dashboard mobilnya."Terdakwa dan Kartini berada di dalam mobil terdakwa, hendak melakukan transaksi suap, uang Rp100juta disetujui majelis hakim yang menangani perkara M Yaeni sebagai ucapan terima kasih dan dijanjikan akan diputus 1 tahun penjara," tambahnya. Selain suap ini, tambah Rusdi, terdakwa juga memberikan uang Rp36 juta ke salah seorang staf Mahkamah Agung. Uang itu merupakan uang Sri Dartutik. "Tujuannya agar Hakim Kartini Juliana Mandalena Marpaung dan Asmadinata tidak dimutasi, mengingat dua hakim itu adalah majelis yang menangani perkara M Yaeni, tujuan agar tidak dimutasi itu diharapkan akan dapat membantu perkara M Yaeni hingga tuntas," tambah JPU Rusdi Amin. Terdakwa dianggap JPU terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primair, Pasal 12 huruf c Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan diperbaharui Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Atas tuntutan itu, terdakwa didampingi tim penasihat hukumnya mengatakan akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan.lns
Pasal1 ayat (1) Perpres No. 5 Tahun 2013 menyatakan, hakim ad hoc adalah hakim yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara. Mereka diangkat untuk jangka waktu tertentu dan pengangkatannya diatur dalam undang-undang.
JAKARTA, - Tiga orang dinyatakan lulus seleksi oleh Komisi Yudisial KY untuk posisi calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi tipikor. Hal ini diumumkan Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata melalui pengumuman Nomor 06/PIM/ yang ia tandatangani. Ketiganya adalah Purnomo Hadi Hakim Ad Hoc Tipikor PT Makassar, Arizon Mega Jaya mantan Hakim Ad Hoc Tipikor pada Pengadilan Negeri Palembang, dan Rodjai S Irawan Hakim Ad Hoc Tipikor pada PT Mataram. ”Keputusan Komisi Yudisial bersifat final dan karenanya tidak dapat diganggu gugat,” tulis Mukti Fajar dalam pengumuman tersebut, Selasa 10/5/2022. Baca juga Ini 21 Kandidat Calon Hakim Agung dan Calon Hakim Ad Hoc Tipikor yang Masuk Seleksi Tahap Akhir Mukti Fajar menyampaikan, nama-nama itu sudah diputuskan dalam rapat pleno KY pada 28 April 2022. Mereka telah melalui proses seleksi selama 6 bulan, mulai dari seleksi administrasi, kualitas, integritas, kesehatan, dan terakhir tes wawancara pada akhir April lalu. Nama-nama ini akan diajukan ke pimpinan DPR RI. Selanjutnya, Dewan melalui Komisi III akan menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuannya atas nama-nama calon tersebut. Baca juga Daftar Lengkap Calon Hakim Agung dan Ad Hoc Tipikor MA yang Lolos Seleksi Tahap Ketiga Sebelumnya, KY juga menetapkan 8 calon hakim agung. Empat merupakan calon untuk kamar pidana, 1 calon untuk kamar perdata, 1 calon untuk kamar agama, dan 2 calon untuk kamar tata usaha negara. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
KOMISIYudisial (KY) masih membuka pendaftaran seleksi calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) secara daring hingga Jumat (10/12).Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Siti Nurdjanah mengatakan hingga Rabu (8/12), sebanyak 55 orang pendaftar mengonfirmasi untuk calon hakim agung dan 13 orang pendaftar untuk calon hakim ad hoc Tipikor.
› Problem krisis hakim "ad hoc" tipikor pada MA mengerucut pada solusi digelarnya seleksi tahun ini, tepatnya November 2021. Sebagian tahapan seleksi digelar tahun ini, sementara tahapan lanjutannya dilakukan tahun depan. Olehdian dewi purnamasari/susana rita/rini kustiasih 6 menit baca KOMPAS/HERU SRI KUMORO Sebanyak lima hakim agung yang dilantik oleh Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis 12/3/2020. Para hakim tersebut sebelumnya telah lolos uji kelayakan dan kepatutan di DPR. JAKARTA,KOMPAS - Persoalan krisis hakim ad hoc tindak pidana korupsi di Mahkamah Agung menyusul akan pensiunnya lima hakim pada 22 Juli ini mulai menemukan titik terang. Pembicaraan antara MA dengan Komisi Yudisial mengerucut pada solusi digelarnya seleksi hakim ad hoc tipikor pada tahun ini, tepatnya November 2021. Sebagian tahapan seleksi digelar tahun ini, sementara tahapan lanjutannya dilakukan tahun menunggu seluruh proses tuntas, MA akan mengoptimalkan tiga hakim agung ad hoc tipikor di MA yang ada untuk menangani perkara-perkara kasasi dan peninjauan kembali. Ketiga hakim ad hoc tipikor di MA yang masih aktif dan belum akan mengakhiri masa tugas pada bulan ini adalah Sinintha Yuliansih hasil seleksi yang disetujui DPR Januari 2021 serta Ansori dan Agus Yunianto hasil seleksi DPR pada Januari 2020. “Jika opsi ini yang akan ditempuh, MA akan melaksanakan penanganan perkara dengan jumlah hakim yang ada saat ini. Opsi ini diharapkan tidak akan mengganggu jalannya dan kualitas penanganan perkara di MA,” kata juru bicara Komisi Yudisial KY, Miko Ginting, Rabu 14/7/2021.Sebelumnya, Miko menjelaskan ada tiga opsi yang dibicarakan MA dan KY yaitu perpanjanan masa tugas hakim ad hoc tipikor yang belum berusia 70 tahun tanpa seleksi ulang, seleksi hakim ad hoc tipikor pada 2022, dan seleksi hakim ad hoc tipikor dimulai tahun 2021 lalu dilanjutkan tahun juga Krisis Hakim "Ad Hoc"TANGKAPAN LAYAR Tangkapan layar suasana konferensi pers secara daring yang digelar Komisi Yudisial terkait pengumuman hasil seleksi kualitas calon hakim agung Republik Indonesia 2021, di Jakarta, Rabu 5/5/2021.Menurut Miko, opsi memulai seleksi pada akhir 2021 menjadi pilihan yang paling ideal dengan kondisi saat ini. Dengan cara itu, problem kekurangan anggaran KY untuk menggelar seleksi tahun ini bisa diatasi dengan menggunakan anggaran KY tahun 2022. Lagi pula KY saat ini tengah fokus menyelesaikan seleksi calon hakim opsi perpanjangan masa tugas hakim ad hoc terkendala dari sisi legalitasnya, karena beberapa hakim sudah pernah diperpanjang masa jabatannya juga akan terus berkoordinasi dengan MA terkait beban perkara penanganan perkara selama surat permintaan hakim ad hoc tipikor baru belum dikirimkan. Rencananya, permintaan hakim ad hoc tipikor baru akan diajukan kepada KY menjelang rencana seleksi pada November satu hakim ad hoc tindak pidana korupsi di MA yang masa tugasnya berakhir pada 22 Juli, Krisna Harahap, mengungkapkan, saat ini pihaknya masih harus menyelesaikan banyak perkara korupsi. Salah satunya, perkara peninjauan kembali yang diajukan oleh terpidana korupsi pengadaan KTP elektronik, Setya DEWI PURNAMASARI Suasana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis 3/6/2021.Bukan kondisi normalPeneliti Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan LeIP Arsil, mengatakan, situasi yang dihadapi oleh MA saat ini tidak normal. Idealnya, enam bulan sebelum lima hakim ad hoc tipikor pensiun, MA sudah harus mengajukan kebutuhan calon baru kepada KY. Dengan demikian, KY bisa mengadakan seleksi calon hakim ad hoc pun diminta mengkaji betul opsi menggelar seleksi hakim pada November 2021. Sebelum opsi itu betul-betul diambil, MA harus mengecek apakah jumlah tiga hakim ad hoc yang ada memadai untuk menangani seluruh perkara UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tipikor dilakukan dengan majelis hakim berjumlah ganjil sekurang-kurangnya tiga orang hakim dan sebanyak-banyaknya lima orang hakim yang terdiri dari hakim karier dan hakim ad hoc.“Ketua MA juga harus mempertimbangkan penanganan kasus korupsi jika dilihat dari tenggat waktu pemeriksaan yang dibatasi selama 120 hari kerja sejak berkas perkara diterima. Kalau itu sudah ada perhitungan dan dianggap tidak memadai, artinya memang butuh jalan keluar yang luar biasa,” kata HADI PRABOWO Majelis hakim saat membacakan putusan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra dalam pengurusan fatwa bebas MA dan penghapusan namanya dari daftar pencarian orang di sistem imigrasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin 5/4/2021.Menurut Arsil, wacana memperpanjang masa jabatan hakim ad hoc tipikor yang ada saat ini bisa diterima sepanjang ada dasar hukum yang kuat. Legitimasi itu bisa diperoleh dengan kesepakatan antara MA, KY, pemerintah, dan DPR. Kesepakatan dengan pemerintah dan DPR terutama untuk mengatasi kendala anggaran gaji bagi hakim ad hoc yang akan diperpanjang masa jabatannya. Namun, perpanjangan ini pun harus dibatasi waktunya. Misalnya, maksimal 6 bulan sampai 1 tahun.“Yang tetap harus dilakukan KY adalah mempercepat proses seleksi calon hakim ad hoc baru. Kesulitan anggaran bisa dikomunikasikan dengan DPR dan pemerintah. Harus ada jalan keluar soal itu,” tegas itu, mantan hakim agung Gayus Lumbuun lebih sepakat jika KY segera membuka seleksi calon hakim ad hoc tipikor baru. Wacana memperpanjang masa jabatan hakim lama dianggap tidak akan menyelesaikan akar persoalan, yaitu lambatnya MA mengajukan kebutuhan calon hakim dia, dengan sistem manajemen digital yang terintegrasi saat ini, MA seharusnya bisa memetakan hakim yang akan pensiun jauh-jauh hari. Hanya dengan satu kali klik, MA bisa mengetahui hakim yang akan pensiun. Sehingga seharusnya, enam bulan atau satu tahun sebelum hakim tersebut pensiun, MA sudah mengajukan kebutuhan hakim baru ke Gayus Lumbuun dalam diskusi bertajuk "Polemik Praperadilan dan Masa Depan Pemberantasan Korupsi" di Jakarta, Rabu 17/6/2015. “Ini bukan situasi darurat, tetapi lebih karena tidak ada persiapan. Seharusnya kekurangan hakim ad hoc itu dipersiapkan MA sejak lama, ikuti aturan yang ada sehingga tidak terjadi krisis seperti sekarang,” kata itu, Gayus berpandangan bahwa dari sisi hukum, perpanjangan masa jabatan hakim tidaklah tepat. Sebab, sesuai UU Pengadilan Tipikor, masa jabatan hakim ad hoc tipikor bersifat periodik lima tahunan. Mereka hanya dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan. Jika mereka sudah diperpanjang masa jabatannya satu kali, tentu tidak boleh diperpanjang lagi. Karena itu akan melanggar ketentuan UU.“Jangan sampai MA menerobos aturan dengan membuat wacana baru perpanjangan masa jabatan hakim ad hoc tipikor. KY tetap harus segera membentuk panitia seleksi calon hakim baru,” tegas mengatakan, kebutuhan hakim ad hoc tipikor di MA harus segera dipenuhi oleh KY. Sebab, saat ini masyarakat mengeluhkan korupsi yang masih merajalela meski di tengah masa sulit pandemi Covid-19. Kasus korupsi tetap marak, bahkan menyasar program bantuan sosial bansos untuk masyarakat miskin. Isu ini sangat sensitif dan MA membutuhkan hakim yang berkualitas untuk menangani perkara depan, Gayus juga mendorong agar KY lebih aktif dalam mengawasi kinerja MA. Apabila MA lamban dalam mengajukan kebutuhan hakim, KY bisa melayangkan surat H Prabowo Ketua Komisi Yudisial KY Mukti Fajar Nur Dewata menghadiri rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 25/1/2021.Terkait kebutuhan hakim ad hoc tipikor, Krisna Harahap memiliki sejumlah saran. Menurut dia, ada sejumlah kriteria yang perlu mendapat perhatian. Selain menguasai masalah hukum formil, dibutuhkan hakim ad hoc tipikor yang menguasai masalah-masalah perekonomian pada umumnya. Juga bidang perbankan, fiskal, bisnis sampai perhitungan-perhitungan konstruksi, kerugian keuangan negara, dan di DPRMengenai calon hakim ad hoc tipikor dan calon hakim agung hasil seleksi KY yang kerap gugur saat uji kelayakan dan kepatutan di DPR, advokat publik Erwin Natosmal meminta agar DPR tak masuk terlalu dalam saat proses pengujian.”DPR tak bisa masuk terlalu dalam karena DPR hanya punya kewenangan menyetujui dan bukannya hak veto. Seharusnya tidak ada banyak ganjalan saat fit and proper test di DPR. Tetapi, pada praktiknya itu berbeda sehingga itulah yang membuat seleksi hakim kita rumit dan politis,” H Prabowo Hakim Pengadilan Pajak Triyono Martanto kiri mengikuti tes wawancara dalam uji kepatutan dan kelayakan calon Hakim Agung Kamar Tata Usaha Negara di Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu 27/1/2021. Namun, menurut anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P, Trimedya Panjaitan, dalam beberapa tahun terakhir, kualitas calon hakim agung dan hakim ad hoc tipikor di MA yang diusulkan oleh KY menurun. Hal ini menimbulkan dilema bagi DPR.”Kalau calon yang seperti itu diloloskan, kami yang akan disalahkan karena kualitas hakim tidak baik. Namun, kalau tidak diloloskan, kondisi hakim ad hoc tipikor di MA saat ini kurang,” juga Krisis Hakim Tipikor di MA, Pengamat Seleksi di DPR Rumit dan PolitisUntuk mengatasi persoalan ini, pertemuan pimpinan DPR, MA, dan KY dipandang mendesak. Pertemuan bisa menjadi sarana menyamakan persepsi antara KY, MA, dan DPR dalam menyikapi kebutuhan hakim ad hoc tipikor. EditorAntonius Ponco Anggoro MahkamahAgung Republik Indonesia. Pengumuman / Kamis, 17 Februari 2022 10:58 WIB / Enny Nadra. PENGUMUMAN PENERIMAAN CALON HAKIM AD HOC PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI TINGKAT PERTAMA DAN TINGKAT BANDING TAHAP XVII. Jakarta-Humas : Panitia Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tahun 2022 membuka kesempatan kepada Warga This research is a library research that uses data in the form of books, laws, articles, journals and other literature related to the title, while the technique and data collection is by collecting various ideas, theories and concepts of various literature that are centered on the process of comparison between the evidence or other laws. The results of the study concluded that the ruling of the Constitutional Court against the position of the ad hoc judge is appropriate because it gives the same position on a different matter precisely caused injustice. In addition to having the authority to check, prosecute, and break the criminal corruption, adhoc judges also have the authority to examine the criminal case of money laundering that the original criminal act is a corruption crime. So here corruption as the original criminal act is often referred to as predicate crimes. It is no less important that the role and authority of the adhoc judge specialising in the association of article 6 letter c The authority of the Court of Law to handle a strict follow-up in another law is determined as a corruption criminal act Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Diterima Disetujui Dipublish Hal 27 Juli 2019 16 Agustus 2019 2 September 2019 298 - 304 Vol. 13, No. 2, September 2019 ISSN 1978-0125 Print; ISSN 2615-8116 Online 298 KEDUDUKAN HAKIM AD-HOC PADA PENGADILAN TIPIKOR TINDAK PIDANA KORUPSI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN TITIN APRIANI Fakultas Hukum UNMAS Denpasar PSDKU Mataram e-mail titinapriani97 ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yaitu menggunakan data berupa buku-buku, undang-undang, artikel, jurnal dan literature lain yang berkaitan denga judul, sedangkan teknik dan pengumpulan data adalah dengan mengumpulkan berbagai ide, teori dan konsep dari berbagai literature yang menitik beratkan pada proses perbandingan antara dalil-dalil atau undang-undang lainnya. Hasil penelitian disimpulkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi terhadap kedudukan hakim ad hoc tersebut sudah tepat karena memberikan kedudukan yang sama terhadap suatu hal yang berbeda justru menimbulkan ketidak adilan. Selain memiliki kewenangan memerikasa, mengadili, dan memutus perkara tidak pidana korupsi, hakim adhoc juga memiliki kewenangan memeriksa perkara tidak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi. Jadi disini korupsi sebagai tindak pidana asal yang sering disebut sebagai predicate crimes. Tak kalah pentingnya bahwa peran dan kewenangan hakim adhoc spesialisasi dalam kaitan pasal 6 huruf c kewenanan pengadilan tipikor untuk menangani tindak yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi Kata kunci Kedudukan Hakim Ad-Hok, pengadilan tipikor, kekuasaan Kehakiman ABSTRACT This research is a library research that uses data in the form of books, laws, articles, journals and other literature related to the title, while the technique and data collection is by collecting various ideas, theories and concepts of various literature that are centered on the process of comparison between the evidence or other laws. The results of the study concluded that the ruling of the Constitutional Court against the position of the ad hoc judge is appropriate because it gives the same position on a different matter precisely caused injustice. In addition to having the authority to check, prosecute, and break the criminal corruption, adhoc judges also have the authority to examine the criminal case of money laundering that the original criminal act is a corruption crime. So here corruption as the original criminal act is often referred to as predicate crimes. It is no less important that the role and authority of the adhoc judge specialising in the association of article 6 letter c The authority of the Court of Law to handle a strict follow-up in another law is determined as a corruption criminal act Keywords Position of Judge Ad-Hok, Corruption Court, Judicial Authority PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan Negara hukum rechtsstaat yang mempunyai dasar ideologi Pancasila. Berdasarkan Pancasila yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dijelaskan bahwa setiap rakyat Indonesia di mata hukum kedudukannya satu sama lain adalah sama. Sehingga setiap orang 299 mempunyai hak yang sama untuk mendapat suatu keadilan. Baik itu suatu keadilan yang berasal dari lingkungan sekitar maupun keadilan yang berasal dari pemerintah. Kejahatan di Indonesia dari tahun ke tahun dari segi modus, macam, jenis dan lain-lain sudah semakin berkembang khususnya kejahatan tindak pidana korupsi yang telah masuk sampai ke seluruh lapisan kehidupan masyarakat. Korupsi merupakan suatu momok yang menakutkan karena dengan adanya korupsi akan membawa dampak yang tidak hanya sebatas kehidupan perekonomian nasional saja tetapi juga meghambat pembangunan nasional serta memberi dampak pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Kejahatan tindak pidana korupsi ini merupakan salah satu kejahatan luar biasa extra ordinary crime dimana dalam menyelesaikan perkara ini membutuhkan suatu penanganan khusus dan cara-cara yang luar biasa untuk mengatasinya. Penegakan hukum di Indonesia yang selama ini dilakukan untuk mempersempit ruang gerak para koruptor secara konvensional terbukti telah mengalami berbagai rintangan sehingga membuat masyarakat tidak percaya terhadap masa depan penegakan hukum di Indonesia khususnya dalam hal pemberantasan korupsi. Menurunnya kepercayaan ini disebabkan adanya aparat penegak hukum yang nakal sehingga timbul adanya mafia peradilan judicial corruption di lingkungan peradilan. Oleh karena itu, diperlukan metode penegakan hukum dalam suatu badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang efektif dan profesional. Setelah masa reformasi perlu adanya fasilitas dan sarana penegakan hukum yang berbeda dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan berlakunya Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa dalam waktu paling lambat 2 dua tahun sejak Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 maka dibentuklah suatu lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi yang kemudian diperbaharui dengan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kedudukan hakim Ad-Hoc pada Pengadilan Tipikor Tindak Pidana Korupsi ditinjau dari Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman 2. Bagaimana implikasi dari kedudukan hakim Ad-Hoc pada Pengadilan Tipikor Tindak Pidana Korupsi Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui latar belakang terbentuknya hakim pengadilan tindak pidana korupsi di dalam sistem kekuasaan kehakiman. b. Untuk mengetahui fungsi dari keberadaan hakim ad hoc di dalam pengadilan tindak pidana korupsi berdasarkan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia 2. Tujuan Subyektif a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dibidang peradilan khususnya mengenai latar belakang kedudukan hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di dalam sistem kekuasaan kehakiman dan implikasi yuridis dari fungsi keberadaan hakim ad hoc; b. Sebagai bentuk kepedulian guna pengembangan hukum terutama yang menyangkut mengenai kedudukan Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di dalam sistem kekuasaan kehakiman; Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini mampu menyumbangkan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya b. Memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang kedudukan Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menurut sistem kekuasaan kehakiman; 300 2. Manfaat Praktis Dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan diharapkan hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Indonesia supaya lebih meningkatkan kualitas dan peranan hakim ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam menegakkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. METODE PENELITIAN Pendekatan yang relevan dengan penelitian hukum ini adalah pendekatan undang-undang statute approach. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan mendekati masalah yang diteliti dengan menggunakan sifat hukum yang normatif, karena dalam penelitian ini hukum dikonsepkan sebagai norma-norma tertulis yang dibuat oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Oleh karena itu, pengkajian yang dilakukan hanyalah terbatas pada peraturan perundang-undangan tertulis yang terkait dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai acuan adalah Undang Undang Nonor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 sebagaimana yang telah diubah menjadi Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan normatif, sehingga bahan dari penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Sumber data yang digunakan adalah ; a. Bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang Undang No 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 sebagaimana yang telah diubah menjadi Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman; b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang berisi penjelasan mengenai bahan hukum primer yang terdiri dari buku, artikel, majalah, koran, makalah dan lain sebagainya khususnya yang berkaitan dengan penelitian hukum ini; c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum sekunder yang terdiri dari kamus, dan bahan-bahan dari internet. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kedudukan Hakim Ad-Hoc pada Pengadilan Tipikor Tindak Pidana Korupsi ditinjau dari Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman. Undang-Undang Dasar Negara Repubilik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Ditegaskan pula bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Konsekuensi dari ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah segala bentuk yang berkaitan dengan menjalankan tujuan negara Indonesia harus berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan negara sebagai negara hukum, maka dalam mencapai sasarannya, perlu dibentuk sebuah lembaga peradilan yang mempunyai tugas menegakkan hukum di bumi Nusantara ini. Dalam perkembangan ketatanegaraan kita, Undang-Undang yang mengatur mengenai Kekuasaan Kehakiman telah mengalami beberapa kali perubahan yakni Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 mengenai Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman. Sejalan dengan perubahan tersebut, Indonesia telah resmi memiliki Mahkamah Konstitusi yaitu dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagai pelaksana terhadap Undang-Undang Dasar Pasal 24 Ayat 2 Yang berbunyi Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan 301 agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sebenarnya apabila kita melihat dan membaca dengan seksama Undang-Undang Dasar Pasal 24 mengenai Kekuasaan Kehakiman, jelas terlihat adanya tumpang tindih kewenangan antara Mahkamah Agung dan Mahkmah Konsitusi yakni terhadap Pasal 24A Ayat 1 dan Pasal 24C Ayat 1. Dimana sebenarnya awal dari maksud pembentukan Mahkamah Konsititusi adalah untuk melindungi produk hukum yakni undang-undang dan peraturan perundang-undangan dibawahnya yang dihasilkan DPR agar tidak berbenturan dengan konstitusi kita dengan dapat mengujinya. Akan tetapi disisi lain Mahkamah Agung masih memiliki kewenangan untuk hal itu yakni menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang, yang seharusnya hal ini menjadi kewenangan mutlak dari Mahkamah Konstitusi. Maka untuk kedepannya, khususnya ketiga hendak diadakan amandemen kelima Pasal yang mengatur mengenai Kekuasaan Kehakiman harap ditinjau kembali agar jelas kedudukan kewenangan antara dua lembaga tinggi ini, agar terciptanya check and balancies yang baik diantar keduanya. Akan tetapi terlepas akan hal itu, disisi lain kita dapat melihat bagaimana seharusnya kriteria seorang hakim agung dan hakim konstitusi, yang menurut Undang-Undang Dasar Pasal 24A Ayat 2 Hakim Agung harus memiliki intregitas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, professional. Dan berpengalaman di bidang hukum. Dan juga Undang-Undang Dasar Pasal 24C Ayat 5 Hakim Konstitusi harus memiliki Intregitas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. Sehingga dengan berpedoman terhadap kedua pasal tersebut, jelas bahwa seorang hakim agung dan hakim konstitusi haruslah memenuhi kriteria-kriteria tersebut bukan hanya ketika diadakan seleksi didepan panitia seleksi dan ketika diadakannya wawancara tes kemampuan di depan anggota DPR, akan tetapi jauh dari itu mereka harus menjaga kriteria tersebut dan konsisten selama mereka memangku jabatan tersebut sehingga jangan sampai terulang lagi kasus yang menimpa hakim agung yang menerima suap terulang kembali, yang mana hal ini tentu saja mencoreng nama baik institusi kehakiman, mengikis kepercayaan masyarakat para pencari keadilan dan telah melanggar janji suci seorang hakim agung dan hakim konstitusi. Kita sebagai pencari keadilan menginginkan akan kemerdekaan dan strelilnya lembaga Mahkmah Agung ini, karena sesungguhnya ketika kemerdekaan dan strelilnya institusi ini dipertanyakan maka hal ini juga pastinya akan berdampak sistemik terhadap jajaran lembaga peradilannya dibawahnya, karena sesungguhnya Mahkamah Agung adalah benteng terakhir bagi mereka pencari keadilan. Dengan demikian hakim agung dalam melaksanakn tugasnya harus sesuai prosedur dan rambu-rambu kewenangan yang telah diatur oleh Undang-Undang, karena bila melanggar maka seorang hakim agung dapat diberhentikan secara tidak hormat, sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 12 UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh presiden selaku Kepala Negara atas usul Mahkamah Agung dengan alasan a dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan; b melakukan perbuatan tercela; c terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas kerjanya; d melanggar sumpah janji jabatan; e melanggar larangan yang dimaksud Pasal 10. Sedangkan mengenai lembaga peradilan dibawahnya, jelas dengan demikian para hakim diluar hakim agung juga tidak jauh beda mengenai kode etik yang harus mereka jalankan, yakni dalam menjalankan tugasnya harus sesuai dengan prosedur dan rambu-rambu kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang. Dimana mereka harus menepati janji suci mereka sebagai seorang hakim, bertanggung jawab atas tugasnya terhadap Negara dan Tuhan yang Maha Esa, dan menjalankan amanat mandat ini dengan sebaik-baiknya dan seksama, dan harus bebas dari campur tangan pihak kekuasaan negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan, direktif dan rekomendasi yang datang dari pihak ekstra yudisial kecuali dalam hal-hal yang diizinkan oleh undang-undang. Dengan demikian, jelas bahwa seorang hakim dalam menjalankan tugasnya harus bebas dan merdeka namun tetap berada dalam rambu-rambu kewenangannya. Sedangkan mengenai kewenangnan dalam menjatuhkan putusan tidaklah mutlak sifatnya harus sesuai undang-undang, karena hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat berdasarkan Pancasila dengan jalan menafsirkan hukum dan mencari dasar-dasar serta asas-asas yang menjadi landasannya melalui perkara-perkara yang dihadapinya, sehingga putusannya mencerminkan perasaan keadilan bangsa dan rakyat Indonesia. Dengan tetap berpedoman kepada aturan hukum yang berlaku, paling tidak seorang hakim harus memiliki sikap yang luhur dan baik terhadap sesama rekan, atasan, bawahan/pegawai, institusi lain, keluarga, dan masyarakat tentunya. Senada akan hal itu, seorang hakim harus memiliki peran yang diwarnai oleh tiga syarat, yaitu 1. Tangguh, tangguh menghadapi keadaan dan kuat mental. 302 2. Terampil, artinya mengetahui dan menguasai segala peraturan perundang-undangan yang sudah ada dan masih berlaku yang terkait. 3. Tanggap, artinya penyelesaian pemeriksaan perkara harus dilakukan dengan cepat, benar, serta menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat. 2. Implikasi dari kedudukan hakim Ad-Hoc pada Pengadilan Tipikor Tindak Pidana Korupsi Berbicara mengenai tindak pidana korupsi selanjutnya disebut Tipikor untuk sekarang ini adalah perihal yang sedang hangat dibicarakan, apalagi ketika jilid ketiga KPK bergulir dengan segala sepak terjangnya telah memasukkan sedikit demi sedikit para penjahat white collar crime ke dalam jeruji besi, sebut saja seperti Nazaruddin eks Bendahara Umum DPP Demokrat, Gayus Tambunan eks pegawai pajak, Angelina Sondakh eks Anggota DPR dan lain sebagainya. Giatnya KPK dalam memberantas korupsi tidaklah segampang membalikan telapak tangan, tinjauan dan respon publik yang beraneka ragam dari yang itu bersifat masukan, kritikan, hingga hinaan tidaklah mengurangi semangat lembaga ini dalam memberantas korupsi, akan tetapi hal-hal tersebut seakan menjadi cambukan keras bagi mereka untuk selalu memberikan yang terbaik untuk Negeri yang dicintainya. Demikian halnya ketika mereka menjadi pihak JPU KPK Jaksa Penuntut Umum KPK yang mana selalu dipandang oleh publik selalu terkesan setingan Pengadilan Tipikor dengan Mejelis Hakim sehingga publik memandang tidak merdeka dan bebasnya seorang Hakim Pengadilan Tipikor. Sehingga terkesan para tersangka selalu sudah dianggap sebagai terpidana, karena kemenangan selalu berpihak pada JPU KPK. Untuk mendapatkan Kondisi yang lebih objektif tersebut, maka memerlukan penanganan secara khusus yaitu bantuan tenaga hakim adhoc non-karir disamping hakim karir. Diharapkan dengan keberadaan hakim adhoc, pengadilan tipikor dapat menyelesaikan perkara tipikor yang melibatkan penyelenggara Negara dan diharapkan dapat mengikis dan menghilangkan kecurigaan bahwa dalam perkara tipikor Majelis Hakim kurang objektif dan selalu memenangkan pihak JPU KPK dan merugikan kepentingan terdakwa. Disamping keberadaan hakim adhoc untuk menciptakan sistem peradilan tipikor yang merdeka dan bebas serta untuk menghilangkan kondisi penilaian objektif berlebihan, keberadaannya sangatlah diperlukan mengingat maraknya tipikor yang memiskinkan negara, sehingga diperlukan jabatan hakim yang lebih banyak dan memiliki kredibilitas baik dimasyarakat untuk menyeimbangkan perluasan kewenganan pengadian tipikor di daerah-daerah luar Jabodetabek. Sebelum melangkah lebih jauh, hendaknya kita dapat memahami apa perbedaan antara hakim karir dan hakim adhoc. Dalam Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pasal 1 Ayat 1-3 dijelaskan mengenai definisi Hakim yang berbunyi a. Hakim adalah Hakim Karir dan Hakim Adhoc. b. Hakim Karier adalah hakim pada pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung yang ditetapkan sebagai hakim tindak pidana korupsi. c. Hakim ad hoc adalah seseorang yang diangkat berdasarkan persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sebagai hakim tindak pidana korupsi. Sedangkan mengenai pengangkatan, masa jabatan dan syarat-syarat menjadi Hakim Pengadilan Tipikor, telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pasal 10-11 yang berbunyi a. Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung terdiri atas Hakim Karier dan Hakim ad hoc. b. Hakim Karier sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan berdasarkan keputusan Ketua Mahkamah Agung. c. Hakim Karier yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 selama menangani perkara tindak pidana korupsi dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain. d. Hakim ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, pengadilan tinggi, dan pada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. e. Hakim ad hoc sebagaimana dimaksud pada ayat 4 diangkat untuk masa jabatan selama 5 lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 satu kali masa jabatan. Dan bunyi Pasal 11 adalah sebagai berikut Untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim Karier, calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut a. Berpengalaman menjadi Hakim sekurang-kurangnya selama 10 sepuluh tahun; 303 b. Berpengalaman menangani perkara pidana; c. Jujur, adil, cakap, dan memiliki integritas moral yang tinggi serta reputasi yang baik selama menjalankan tugas; d. Tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin dan/atau terlibat dalam perkara pidana; e. Memiliki sertifikasi khusus sebagai Hakim tindak pidana korupsi yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung; dan f. Telah melaporkan harta kekayaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan bunyi Pasal 12 adalah sebagai berikut Untuk dapat diangkat sebagai Hakim ad hoc, calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut a. Warga negara Republik Indonesia; b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. Sehat jasmani dan rohani; d. Berpendidikan sarjana hukum atau sarjana lain dan berpengalaman di bidang hukum sekurang-kurangnya selama 15 lima belas tahun untuk Hakim ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan pengadilan tinggi, dan 20 dua puluh tahun untuk Hakim ad hoc pada Mahkamah Agung; e. Berumur sekurang-kurangnya 40 empat puluh tahun pada saat proses pemilihan untuk Hakim ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan pengadilan tinggi, dan 50 lima puluh tahun untuk Hakim ad hoc pada Mahkamah Agung; f. Tidak pernah dipidana karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; g. Jujur, adil, cakap, dan memiliki integritas moral yang tinggi serta reputasi yang baik; h. Tidak menjadi pengurus dan anggota partai politik; i. Melaporkan harta kekayaannya; j. Bersedia mengikuti pelatihan sebagai Hakim tindak pidana korupsi; dan k. Bersedia melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lain selama menjadi Hakim ad hoc tindak pidana korupsi. Dengan memperhatikan bunyi-bunyi pasal diatas, jelas kita dapat memahami bahwa tidak terdapat perbedaan yang principal antara syarat-syarat hakim karir dan hakim adhoc. Karena pada hakekatnya, keberadaan hakim adhoc sangatlah diperlukan mengingat kompleksitas perkara tipikor, baik yang menyangkut modus operandi, pembuktian, maupun luasnya cakupan tipikor antara lain di bidang keuangan dan perbankan, pasar modal, pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sehingga demikian, Panitia Seleksi Mahkamah Agung dalam penyeleksian hakim adhoc lebih menitik beratkan pada mereka yang tidak hanya berpendidikan hukum pidana, namun lebih dari itu kepada mereka yang berpengalaman dalam bidang hukum perekonomian, pembuktian, hukum adminsitrasi Negara, dan hukum pajak. Hakim adhoc sangatlah dibutuhkan karena kurangnya pengalaman hakim-hakim karir apabila menghadapi kasus yang terlalu kompleks, sehingga membutuhkan pengetahuan yang ekstra diluar ilmu hukum. Dengan demikian Ketua Pengadilan akan memilih hakim adhoc berdasarkan daftar nama hakim adhoc yang disesuaikan dengan keahlian hakim adhoc tersebut. Jadi ada daftar registrasi hakim adhoc spesialisasi yang ditentukan berdasarkan keahliannya, misalnya perkara tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan perpajakan, maka Ketua Pengadilan akan menetapkan hakim adhoc spesialisasi dari daftar hakim adhoc yang ahli perpajakan, dan seterusnya. Yang juga menjadi isu pokok pembahasan, adalah mengenai komposisi Majelis Hakim dalam persidangan, yang seharusnya menurut penulis akan lebih baik apabila Ketua Pengadilan dalam menentukannya harus sesuai prosedur yang proporsional dan komposisinya sesuai dengan kepentingan pemeriksaan perkara untuk menghindari dikotomi proses dan integritas antara hakim karir dan hakim adhoc. Sedangakan mengenai kewenangan hakim adhoc tidaklah beda dengan hakim karir, karena pada dasarnya dalam Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang dimaksud dengan hakim adalah hakim karir dan hakim adhoc sehingga keduanya tidak memiliki kewenangan yang berbeda, hal ini dipertegas dalam kewenangannya dalam memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana korupsi dalam pasal 6 yang berbunyi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara a. Tindak pidana korupsi; b. Tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi; dan/atau c. Tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi. Dan pasal 7 yang berbunyi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang dilakukan oleh warga negara Indonesia di luar wilayah negara Republik Indonesia. 304 Selain memiliki kewenangan memerikasa, mengadili, dan memutus perkara tidak pidana korupsi, hakim adhoc juga memiliki kewenangan memeriksa perkara tidak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi. Jadi disini korupsi sebagai tindak pidana asal yang sering disebut sebagai predicate crimes. Tak kalah pentingnya bahwa peran dan kewenangan hakim adhoc spesialisasi dalam kaitan pasal 6 huruf c kewenanan pengadilan tipikor untuk menangani tindak yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi. Mengingat peran hakim karir yang cukup besar dan hakim adhoc merupakan penunjang peran pengadilan tipikor, karenanya hakim adhoc diwajibkan mengikuti pendidikan khusus tipikor sebagai hakim adhoc yang bersertifikasi. Mahkamah Agung sudang memberikan jawaban antisipasinya berupa keberadaan hakim karir bersertifikasi dengan mengadakan pendidikan tindak pidana korupsi. PENUTUP Simpulan Keberadaan hakim adhoc adalah untuk menciptakan sistem peradilan tipikor yang merdeka dan bebas serta untuk menghilangkan kondisi penilaian objektif berlebihan, keberadaannya sangatlah diperlukan mengingat maraknya tipikor yang memiskinkan negara, sehingga diperlukan jabatan hakim yang lebih banyak dan memiliki kredibilitas baik dimasyarakat untuk menyeimbangkan perluasan kewenganan pengadian tipikor di daerah-daerah luar Jabodetabek. Dengan demikan keberadaan hakim adhoc sangatlah diperlukan mengingat kompleksitas perkara tipikor, baik yang menyangkut modus operandi, pembuktian, maupun luasnya cakupan tipikor antara lain di bidang keuangan dan perbankan, pasar modal, pengadaan barang dan jasa pemerintah. DAFTAR PUSTAKA Buku Alatas, Syed Husein, 1983. Sosiologi Korupsi Sebuah Penjelajahan Dengan Data Kontemporer, LP3ES Jakarta Adji, Idriyanto Seni, 2009. Korupsi dan Penegakan Hukum. Diadit Media Jakarta Danil, elwi 2011. Korupsi Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya. Rajawali Press Jakarta Friedman, Lawrence M 1984., Element Of a Legal System, New York London Norton & Company Syamsudiin, Aziz, 2009. Tindak PIdana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta Supriadi, 2008 Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Sinar Grafika Jakarta Adam Chzaawi. 2005. Hukum Pidana Meteriil dan Formil Korupsi di Indonesia. Bayumedia. Malang Ahmad Mujahidin. 2007. Peradilan Satu Atap di Indonesia. PT Refika Aditama. Bandung Arto. 2001. Konsepsi Ideal Mahkamah Agung Redifinisi Peran dan Fungsi Mahkamah Agung untuk Membangun Indonesia Baru. Pustaka Pelajar Yogyakarta Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspita Sari. 2005. Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman. Yogyakarta UII Press Yogyakarta. C. S. T. Kansil dan Christine S. T. S. Kansil. 2000. Pengantar Ilmu Hukum Semester Ganjil. Balai Pustaka. Jakarta Ermansjah Djaja. 2008. Memberantas Korupsi Bersama KPK Komisi Pemberantasan Korupsi Kajian Yuridis Normatif UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 Versi UU Nomor 30 Tahun 2002. Sinar Grafika. Jakarta Undang-Undang Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak PidanaKorupsi. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Perkembangan Kekuasaan KehakimanBambang Sutiyoso Dan Sri Hastuti PuspitaSariBambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspita Sari. 2005. Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman. Yogyakarta UII Press Korupsi Bersama KPK Komisi Pemberantasan Korupsi Kajian Yuridis Normatif UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 Versi UU Nomor 30 TahunC S T Kansil Dan ChristineS T S KansilC. S. T. Kansil dan Christine S. T. S. Kansil. 2000. Pengantar Ilmu Hukum Semester Ganjil. Balai Pustaka. Jakarta Ermansjah Djaja. 2008. Memberantas Korupsi Bersama KPK Komisi Pemberantasan Korupsi Kajian Yuridis Normatif UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 Versi UU Nomor 30 Tahun 2002. Sinar Grafika. Jakarta Undang-Undang Undang-Undang Dasar 1945. KABARINDO JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) RI akan mengesahkan 4 Calon Hakim Agung (CHA) dan Calon Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung (MA) pada Rapat Paripurna DPR yang digelar pada hari ini, Kamis (30/6/2022), pukul 9.30 WIB. "Selanjutnya hasil persetujuan ikeempat nama calon hakim tersebut disepakati secara bulat oleh 9 fraksi di Rapat Pleno Komisi III DPRni akan dilaporkan JAKARTA, - Komisi Yudisial KY menyelesaikan tahap ketiga proses seleksi Calon Hakim Agung CHA dan Calon Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi Tipikor Mahkamah Agung MA periode 2021-2022. Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Siti Nurdjanah mengatakan, terdapat total 21 kandidat yang lolos pada seleksi ini. Para kandidat, lanjut Siti, akan melaksanakan seleksi terakhir, yaitu proses wawancara yang digelar di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta mulai 25 hingga 28 April 2022. “Mereka yang lolos tapi tidak mengikuti seleksi wawancara akan dinyatakan gugur,” sebut Siti dalam konferensi pers virtual, Jumat 22/4/2022. Baca juga KY Juga Telusuri Rekam Jejak Calon Hakim Agung dan Hakim Agung Ad Hoc Tipikor Adapun proses penetapan kandidat yang lolos dilakukan dalam rapat pleno KY yang berlangsung Kamis 21/4/2022. Penetapan kelulusan seleksi tahap ketiga diumumkan dalam surat pengumuman KY nomor 03/PIM/ dan 04/PIM/ Publik pun bisa mengakses pengumuman maupun proses seleksi secara terbuka di Berikut daftar nama lengkap CHA yang lolos seleksi kesehatan dan kepribadianKamar pidana 1. Aviantara Inspektur Wilayah I Badan Pengawasan MA 2. Catur Iriantoro Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Tanjungkarang 3. Willem Saija Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya 4. Noor Edi Yono Hakim Tinggi Pengawas Badan Pengawasan MA 5. Subiharta Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Bandung 6. Sudharmawatiningsih Panitera Muda Pidana Khusus MA 7. Suhartanto Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar 8. Suradi Hakim Tinggi Pengawas Badan Pengawasan MA Kamar perdata 1. Heru Pramono Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta 2. Nani Indrawati Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Pontianak Baca juga Ini Lima Calon Hakim Ad Hoc Tipikor yang Lolos Seleksi Tahap Ketiga Kamar agama 1. Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Padang 2. Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Kamar tata usaha negara 1. Cerah Bangun Direktur Keberatan Banding dan Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan 2. Doni Budiono Pengacara PDB Law Firm 3. Triyono Martanto Hakim Pengadilan Pajak 4. Wishnoe Saleh Thaib Hakim Pengadilan Pajak Ad hoc tipikor 1. Agustinus Purnomo Hadi Hakim Ad Hoc Tipikor Pengadilan Tinggi Makassar 2. Amir Aswan Mantan Hakim Ad Hoc Pengadilan Negeri Jambi 3. Andreas Lumme Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Makassar 4. Arizon Mega Jaya Mantan Hakim Ad Hoc Tipikor Pengadilan Negeri Palembang 5. Rodjai Hakim Ad Hoc Tipikor Pengadilan Tinggi Mataram. Baca juga 16 Calon Hakim Agung Lolos Seleksi Kesehatan dan Kepribadian Sebagai catatan proses seleksi di KY akan mencari 1 orang CHA kamar perdata, 4 orang untuk kamar pidana, 1 orang untuk kamar agama, 2 orang untuk kamar tata usaha negara serta 3 orang Calon Hakim Ad Hoc Tipikor. Setelah seleksi di KY selesai, proses selanjutnya adalah mengajukan nama-nama kandidat yang lolos seleksi tahap akhir ke DPR untuk disetujui. Nantinya para hakim agung akan dilantik oleh Presiden dan Ketua MA. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Peradi Saya Juga Heran MEDAN-Gagalnya lima hakim asal Sumut dalam seleksi hakim ad hoc tindak pidana korupsi (Tipikor) tahap IV yang digelar Mahkamah Agung (MA), membuat Ketua Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) Medan, Sofwan Tambunan, heran. Ia mengatakan, tidak tahu mengapa kelima hakim tersebut gagal seleksi. "Saya tidak tau kenapa mereka bisa gagal. Tapi tentunya MA
Selain warga negara Indonesia; bertakwa kepada Tuhan YME; dan sehat jasmani rohani, terdapat 12 persyaratan lain yang harus dipenuhi. Diantaranya berusia minimal 40 tahun, Sarjana Hukum atau sarjana lain dan berpengalaman di bidang Hukum meliputi Hukum Keuangan dan Perbankan, Hukum Administrasi, Hukum Pertanahan, Hukum Pasar Modal dan Hukum Pajak sekurang-kurangnya 15 atau Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tipikor pada Tingkat Pertama dan Tingkat Banding XVIII secara resmi dibuka. Melalui laman resmi Mahkamah Agung MA, Panitia Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tahun 2022 mengumumkan kesempatan kepada Warga Negara Indonesia yang memenuhi sejumlah persyaratan yang warga negara Indonesia; bertakwa kepada Tuhan YME; dan sehat jasmani rohani, terdapat 12 persyaratan lain yang harus dipenuhi. Diantaranya adalah berpendidikan Sarjana Hukum atau sarjana lain dan berpengalaman di bidang Hukum meliputi Hukum Keuangan dan Perbankan, Hukum Administrasi, Hukum Pertanahan, Hukum Pasar Modal dan Hukum Pajak sekurang-kurangnya 15 lainnya ialah berusia pada saat mendaftarkan diri minimal 40 tahun; tidak menjadi pengurus dan anggota partai politik; bersedia mengikuti pelatihanl bersedia melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya selama menjadi Hakim Ad Hoc Tipikor, Tidak pernah melakukan perbuatan tercela; tidak pernah dipidana; bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia; memiliki integritas moral yang tinggi serta reputasi yang baik; melaporkan harta kekayaan ke KPK, izin tertulis dari atasan yang berwenang bagi pelamar berstatus PNS; dan bersedia mengganti biaya seleksi sekaligus pendidikan jika mengundurkan JugaMA Butuh Calon Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM, Begini Persyaratannnya!MA Siapkan Persidangan Kasus Pelanggaran HAM Berat PaniaiKejagung Tetapkan Tersangka Kasus Pelanggaran HAM Berat PaniaiApabila memenuhi segala kriteria tersebut, maka dapat mendaftarkan diri dengan melampirkan dokumen dalam persyaratan administrasi. Yakni surat lamaran menjadi calon Hakim Ad Hoc Tipikor; fotokopi ijazah terakhir yang dilegalisir; pas foto terbaru; fotokopi KTP dan akta kelahiran atau surat kenal lahir; sampai dengan daftar riwayat hidup lengkap atau riwayat pekerjaan selama 15 tahun di bidang itu, SK berbadan sehat; SK bebas narkoba; SK tidak pernah dihukum Pengadilan Negeri setempat; SKCK harus dilampirkan. Sekaligus sejumlah surat pernyataan seperti surat pernyataan tidak menjadi pengurus dan anggota parpol; surat pernyataan bersedia melepas jabatan struktural atau jabatan lainnya selama menjabat sebagai hakim ad hoc; surat pernyataan bersedia ditempatkan di seluruh wilayah RI; surat izin dari atasan berwenang; surat pernyataan bersedia mengganti biaya seleksi dan pendidikan jika mengundurkan diri. Adapun untuk bukti sudah melaporkan harta kekayaan dapat diserahkan usai lulus ujian tertulis/pada saat ujian peserta dapat mendaftarkan dirinya secara online melalui mulai tanggal 5 Juli 2022 sampai dengan 4 Agustus 2022. Jika telah melakukan pendaftaran, maka peserta diwajibkan untuk mengirim seluruh persyaratan administrasi yang disatukan dalam amplop tertutup berwarma coklat polos untuk diserahkan dengan tujuan Panitia Daerah di Pengadilan Tinggi sebagaimana pendaftaran dengan mencantumkan Kode dan Nomor Telepon di sudut kanan atas surat permohonan serta amplop surat. Paling lambat berkas harus sudah diterima panitia daerah per tanggal 5 Agustus catatan, diingatkan bagi Peserta yang sebelumnya mengikuti seleksi Tahap XVII Tahun 2022 dan dinyatakan lulus administrasi tidak perlu melengkapi persyaratan. Kecuali untuk surat lamaran dan pas foto. Informasi lebih lanjut dapat diakses melalui laman resmi maupun sosial media MA.

Rapat Paripurna DPR RI secara resmi mengesahkan nama-nama Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc Tipikor pada Mahkamah Agung (MA) terpilih periode tahun 2021-2022 sebagaimana hasil laporan dan pembahasan Komisi III DPR RI. Adapun nama-nama terpilih tersebut yaitu Calon Hakim Agung Kamar Perdata Dr. Nani Indrawati S.H., M.Hum. dan Calon Hakim Agung Kamar Tata Usaha Negara Khusus Pajak Dr

BerandaKlinikIlmu HukumMengenal Pengadilan ...Ilmu HukumMengenal Pengadilan ...Ilmu HukumRabu, 17 November 2021Apa yang dimaksud dengan Pengadilan Ad Hoc? Dan apa yang dimaksud dengan Hakim Ad Hoc?Pengadilan ad hoc adalah suatu pengadilan yang bersifat tidak permanen dan sejak semula dibentuk hanya untuk sementara waktu dan dikhususkan untuk menangani perkara tertentu. Sedangkan hakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang. Diatur di mana ketentuan mengenai pengadilan ad hoc dan hakim ad hoc? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini. Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Definisi Ad Hoc yang dibuat oleh Adi Condro Bawono, dan pertama kali dipublikasikan pada 7 Maret Itu Pengadilan Ad Hoc?Sepanjang penelusuran kami, definisi dari istilah “pengadilan ad hoc” tidak tercantum dalam peraturan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia “UU Pengadilan HAM” dijumpai istilah “pengadilan HAM ad hoc”, sebagai berikutUndang-undang ini mengatur pula tentang Pengadilan HAM ad hoc untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini. Pengadilan HAM ad hoc dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden dan berada di lingkungan Pengadilan Umum. Jonaedi Efendi, dkk dalam buku Kamus Istilah Hukum Populer hal. 26 mendefinisikan ad hoc sebagaiUntuk tujuan ini; untuk itu yaitu untuk suatu tugas atau urusan tertentu saja, dari sumber yang sama, disebutkan beberapa contoh penggunaan istilah ad hoc’, yaitu panitia ad hoc dan hakim ad hoc hal. 26.Selain itu, ad hoc juga dapat diartikan sebagai “tidak permanen”, sebagaimana diterangkan Jimly Asshiddiqie dalam artikel Hubungan Antara Lembaga Negara Pasca Perubahan UUD 1945 hal. 8 “...ada pula lembaga-lembaga yang hanya bersifat ad hoc atau tidak permanen.”Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan pengadilan ad hoc adalah suatu pengadilan yang bersifat tidak permanen dan sejak semula dibentuk hanya untuk sementara waktu dan dikhususkan untuk menangani perkara Ad HocHakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum “UU 49/2009”.Selain dalam UU 49/2009, istilah hakim ad hoc juga dapat dijumpai dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama “UU 50/2009”, yang kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 3A ayat 3 UU 50/2009Pada pengadilan khusus dapat diangkat hakim ad hoc untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara, yang membutuhkan keahlian dan pengalaman dalam bidang tertentu dan dalam jangka waktu lanjut, dalam penjelasan Pasal 3A ayat 3 UU 50/2009 dijelaskan bahwa tujuan diangkatnya hakim ad hoc adalah untuk membantu penyelesaian perkara yang membutuhkan keahlian khusus, misalnya kejahatan perbankan syari’ah. Sedangkan yang dimaksud dalam “jangka waktu tertentu” adalah bersifat sementara sesuai dengan ketentuan peraturan ketentuan di atas, dapat disimpulkan istilah hakim ad hoc digunakan untuk menyebut seseorang yang diangkat menjadi hakim untuk jangka waktu tertentu, bersifat sementara, dan memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu sementara ini dapat kita lihat dari ketentuan Pasal 33 ayat 5 UU Pengadilan HAM yang membatasi pengangkatan hakim ad hoc di pengadilan HAM hanya dapat diangkat untuk satu kali masa jabatan selama 5 serupa juga dapat dijumpai dalam Pasal 10 ayat 5 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi “UU Pengadilan Tipikor” jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XVIII/2020 yang mengatur hakim ad hoc diangkat untuk masa jabatan selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 kali masa jabatan tanpa seleksi ulang sepanjang masih memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan, serta dapat diangkat untuk masa jabatan 5 tahun berikutnya dengan terlebih dahulu mengikuti proses seleksi kembali sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang hakim ad hoc hanya diangkat untuk periode waktu tertentu yang sifatnya sementara. Dalam UU Pengadilan HAM dan UU Pengadilan Tipikor, sifat sementara ini dibatasi untuk periode waktu 5 tahun. Khusus hakim ad hoc di pengadilan tipikor, setelah masa jabatan 5 tahun, yang bersangkutan dapat diangkat kembali dengan ketentuan di informasi hukum yang ada di Klinik disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di jawaban dari kami, semoga HukumUndang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum dan terakhir kalinya oleh Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum;Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan terakhir kalinya diubah oleh Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia;Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Efendi, dkk. Kamus Istilah Hukum Populer. Jakarta Prenadamedia Group, 2016;Jimly Asshiddiqie. Hubungan Antara Lembaga Negara Pasca Perubahan UUD 1945. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta pada Selasa, 25 Maret Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XVIII/ KomisiYudisial (KY) sedang melakukan rangkaian seleksi Calon Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sejak November 2021. Saat ini, terdapat 11 peserta yang lulus pada tahap seleksi kualitas. Urgensi hakim di pengadilan Tipikor yang berintegritas mendesak dibutuhkan mengingat terdapat berbagai kasus korupsi yang melibatkan hakim.
12 Hakim Ad Hoc Tipikor Baru, Dilantik Jumat Ini Mahkamah Agung akan mendapatkan tambahan personel hakim ad hoc tindak pidana korupsi. Sebanyak 12 hakim ad hoc akan dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Jumat 9/6. Ke-12 hakim itu terdiri dari enam hakim ad hoc tingkat pertama, yaitu Andi Bahtiar, Anwar, Slamet Subagio, Hendra Yospin, Sofialdi, dan Ugo; tiga hakim ad hoc tingkat banding, yaitu Surya Jaya, Amiek Sumidriyatmi, dan Hadi Widodo; serta tiga hakim ad hoc tingkat kasasi, yaitu Leopold Luhur Hutagulung, Odjak Parulian Simanjuntak, dan Sophian Martabaya. Sekretaris MA Rum Nessa, Kamis 8/6, membenarkan adanya pelantikan tersebut. Pihaknya telah mengirim nama-nama hakim yang akan dilantik ke Sekretariat Negara Sekneg. Pelantikan ke-12 hakim tersebut sempat tertunda. Awalnya, hakim ad hoc tipikor akan dilantik pada 29 Mei 2006. Namun, karena kesibukan Presiden, pelantikan terpaksa dibatalkan. Pelantikan dilakukan di tengah macetnya sidang Harini Wijoso di Pengadilan Tipikor akibat perpecahan pendapat di antara majelis hakim mengenai perlu tidaknya Bagir Manan dihadirkan sebagai saksi. MA telah mengeluarkan petunjuk agar sidang dilanjutkan. Namun, petunjuk itu tidak dilaksanakan sehingga sidang ditunda hingga waktu yang belum ditentukan. Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Mariana Sutadi mengatakan, MA belum mengambil keputusan apa pun berkenaan dengan kebuntuan sidang itu. Namun, ia menegaskan pihaknya akan mengambil tindakan. Ditanya apakah MA akan mengganti majelis hakim, Mariana tidak bersedia menjawab. \"Saya tidak mau berkomentar. Itu urusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.\" Mariana juga mengatakan MA juga akan mengambil tindakan terkait aksi walk out tiga hakim ad hoc tipikor. MA khawatir aksi walk out ketiga hakim itu menginspirasi hakim-hakim lainnya. \"Ini baru pertama kali terjadi di muka bumi. MA harus mengambil tindakan tegas. Jangan sampai menjadi inspirasi bagi hakim PN lain,\" ujarnya. Terserah majelis hakim Sementara itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Taufiequrachman Ruki, Kamis, menyatakan hanya bisa menunggu putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor atas kebuntuan dalam sidang suap di tubuh MA. Ruki menolak berkomentar banyak atas kebuntuan sidang Harini dan Pono Waluyo termasuk implikasi dari penundaan sidang yang tanpa batas waktu itu. Ruki mengatakan, sikap KPK sama seperti kejaksaan dan kepolisian terhadap perkara yang sudah dilimpahkan ke pengadilan. \"Sikap KPK sama dengan sikap kejaksaan dan kepolisian, kami menghormati pengadilan. Itu salah satu kewajiban kami sebagai penegak hukum. KPK tidak berdiri melangkahi hukum, kami tunduk pada hukum yang berlaku,\" kata Ruki. \"Sama dengan kasus-kasus lain, KPK menaati hukum acara. Jadi kami serahkan sepenuhnyalah pada pengadilan,\" katanya lagi. VIN/ana Sumber Kompas/Jumat, 9/6
.
  • 2kr4l4sts7.pages.dev/938
  • 2kr4l4sts7.pages.dev/124
  • 2kr4l4sts7.pages.dev/601
  • 2kr4l4sts7.pages.dev/549
  • 2kr4l4sts7.pages.dev/293
  • 2kr4l4sts7.pages.dev/324
  • 2kr4l4sts7.pages.dev/560
  • 2kr4l4sts7.pages.dev/486
  • 2kr4l4sts7.pages.dev/927
  • 2kr4l4sts7.pages.dev/576
  • 2kr4l4sts7.pages.dev/416
  • 2kr4l4sts7.pages.dev/543
  • 2kr4l4sts7.pages.dev/547
  • 2kr4l4sts7.pages.dev/385
  • 2kr4l4sts7.pages.dev/575
  • hakim ad hoc tipikor